LINIBERITA.ID, BEKASI – Sejumlah warga mengeluhkan dugaan praktek pungutan liar (pungli) dalam penerbitan Program Pendaftaran Tanah Sistemik Lengkap (PTSL) di Kelurahan Jatimurni, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi.
Padahal, salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo itu seharusnya tak dipungut biaya.
Salah seorang warga yang tak ingin disebutkan namanya bahkan menyebut telah memberi uang hingga jutaan rupiah.
“Saya sudah bayar Rp 1,8 juta dan belum jadi (sertifikatnya),” Selasa (25/10/2022).
Uang jutaan rupiah itu bahkan sudah diserahkan sejak awal tahun 2022. Namun hingga saat ini, sertifikat yang ia harapkan tak kunjung terbit.
Berdasarkan pengakuannya, sertifikat itu tak kunjung terbit karena pengukuran tanah miliknya dilakukan di urutan paling belakang.
Namun, dia menyebut ada beberapa warga yang tanahnya sudah diukur lebih awal dan sertifikatnya juga tak kunjung terbit.
“Memang alasannya karena khusus wilayah saya, pengukuran di urutan belakang, jadi penerbitannya paling belakangan. Tapi, setahu saya, masih ada RT lain yang pengukurannya lebih awal, juga belum terbit (sertifikatnya),” ujar warga itu.
Warga itu bercerita bahwa dirinya masih diminta pungutan oleh petugas yang mengukur tanahnya.
Pungutan itu sebesar Rp 10 ribu dikali total luas tanahnya. Pungutan tersebut terjadi karena status tanah miliknya masih atas nama orang lain atau AJB.
“Kalau yang atas nama sendiri, itu tidak dikenakan lagi pungutan Rp 10 ribu dikali luas tanah itu. Kalau saya kasusnya masih nama orang lain AJB nya, nah itu katanya dikenakan biaya lagi Rp 10 ribu dikalikan luas tanah,” sebut dia.
Pengalaman pahit itu juga dirasakan oleh warga lain berinisial G.
G bahkan mengaku sudah menyerahkan uang Rp 3,6 juta untuk penerbitan dua sertifikat.
“Jadi biaya awal itu Rp 1,8 juta, tapi saya punya dua titik, sudah kasih biaya Rp 3,6 juta,” papar G.
Meski telah mengeluarkan uang hingga jutaan rupiah, namun dirinya belum pernah menyentuh sertifikat tanahnya itu.
Ia pun hanya bisa menunggu sambil berharap sertifikat tanahnya dapat segera terbit.
“Saya juga berharap banget itu (sertifikat tanah) terbit. Namanya surat enggak ada di tangan kita, takut disalahgunakan,” harap G. (red)